Harmonious & Sustainable Future

Yanuarius Tapung: “TSE Helped Me Get Out of Poverty”

Home/TSE News/Yanuarius Tapung: “TSE Helped Me Get Out of Poverty”

TRIBUNNEWS.COM, MERAUKE – For more than three decades, Yanuarius Tapung, or familiarly called Yanu, lived in poverty.

In order to just eat, Yanuarius, who is a part of the indigenous people of Merauke, Papua, often has to restrain himself. Let alone to pay for the education of his two children who are still in school.

At that time, Yanu could only depend on his very small income as a farmer and gardener. Three meals a day is a luxury that is rarely felt.

“You could say, life is very hard. Sometimes, we only eat twice a day,” said the man who was born 56 years ago.

Yanu’s life slowly changed in 2007, in his late thirties. Yanu received the opportunity to work at PT Tunas Sawa Erma (TSE) which operates in an oil palm plantation in Boven Digoel, Papua.

Yanu’s journey in passing the recruitment process at TSE took time. After preparing a number of files as administrative requirements, he had to go through an interview process with the company management team.

Thanks to his persistence, Yanu also passed the selection process to get into the personnel department. In accordance with the company regulations, he must stay in an employee dormitory that the company has built in the work area, to be exact in Asiki, Boven Digoel, Papua.

Since working at TSE, the financial state of the father of four children has improved. His need to fill his stomach can be met, the same goes to his children’s education. What’s more, his first child is now able to study at a college in Merauke.

Not only that, with his income, Yanu was able to build a comfortable place to live. He can also help his extended family.

“Working here (TSE) has benefited me to help my family. Many people feel blessed,” he explained.

Yanu did not achieve this easily. With modest administrative experience, he still has a lot to learn to “catch up” his skills. Moreover, when he first worked at TSE, he was no longer young, namely 39 years old.

However, Yanu is lucky to have many colleagues who often help him. His friends and superiors who, had worked for a long time, did not hesitate to guide Yanu in completing his work.

Another challenge Yanu faces is the long distance relationship with his wife and four children. The distance between Boven Digoel and Merauke, which took up to five hours, did not allow Yanu to return home every day.

One of the moments he’s been waiting for is Christmas, where Yanu can momentarily fulfill his longing to be with his family to pray together.

Every now and then, Yanu also takes time to come home for a short time. As long as it’s for family purposes, the company would give Yanu permission to return to Merauke in one or two days.

Having served TSE for 14 years, Yanu has high hope for the company. Most importantly, the hope is that TSE can continue to progress and develop so that it can absorb a lot of workers from Papuan Indigenous People (OAP).

“So they could work here and help improve their economic state,” he said.

Yanu is one of many OAPs who work for Tunas Sawa Erma Group (TSE Group) in Papua. According to the data from the management, since the last three years, more than 2,400 OAP workers have been absorbed. They are spread across several companies under TSE Group, such as PT TSE, PT Berkat Cipta Abadi and PT Dongin Prabhawa.

Director of Human Resources and General Affairs (HR-GA) at PT TSE, Ronny Makal said that indigenous Papuans have held various positions in the company. Starting from section heads, assistant managers to managers in fields and offices.

TSE Group is committed to continuing to provide employment for the Papuan people, especially the younger generation. Not only to encourage the welfare of local residents, but also to reduce the rate of unemployment as well as improve the quality of human resources in Papua.

“We hope to provide many benefits to the community,” said Ronny.

Poverty is known to be a big problem in Papua. The Indonesian Central Statistics Agency (BPS) noted that the percentage of poor Papuans is higher than the national average.

In September 2020, the poverty rate reached 26.80 percent, while the national position was at 10.19 percent. The poverty rate in Papua is even the highest compared to other regions in Indonesia.

 

Source : tribunnews.com

Published On: March 26, 2021
You may also be interested in

Share This Story, Choose Your Platform!

Recent News
  • Published On: December 28, 2023
  • Published On: December 20, 2023
  • Published On: December 16, 2023

TRIBUNNEWS.COM, MERAUKE – Selama lebih dari tiga dekade, Yanuarius Tapung atau akrab disapa Yanu hidup dalam serba kekurangan.

Untuk sekadar makan, warga asli Merauke, Papua, itu sering kali harus menahan diri. Apalagi untuk membiayai pendidikan dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah.

Kala itu, Yanu hanya bisa berharap dari pendapatannya sebagai seorang petani dan berkebun yang sangat minim. Makan tiga kali sehari menjadi sebuah kemewahan yang jarang dirasakan.

“Boleh dikatakan, hidup ini memang setengah mati. Untuk makan saja, terkadang hanya dua kali sehari,” ucap lelaki kelahiran 56 tahun silam itu.

Kehidupan Yanu perlahan berubah pada 2007. Saat itu, di penghujung usia kepala tiganya, Yanu mendapat kesempatan untuk bekerja di PT Tunas Sawa Erma (TSE) yang bergerak di perkebunan kelapa sawit di Boven Digoel, Papua.

Perjalanan Yanu untuk lolos rekrutmen TSE membutuhkan waktu. Setelah menyiapkan sejumlah berkas sebagai syarat administrasi, ia harus melewati proses wawancara dengan tim manajemen perusahaan.

Berbekalkan kegigihan yang dimiliki, Yanu pun lolos seleksi untuk masuk ke bagian personalia. Sesuai dengan ketentuan perusahaan, ia harus tinggal di mess karyawan yang sudah dibangun perusahaan di area kerja, tepatnya di daerah Asiki, Boven Digoel, Papua.

Sejak bekerja di TSE, kehidupan ekonomi laki-laki yang kini memiliki empat orang anak itu membaik. Kebutuhan perutnya mampu terpenuhi dengan lebih baik, pun dengan pendidikan sang buah hati. Terlebih lagi, anak pertamanya kini sudah dapat menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Merauke.

Tidak hanya itu, dengan pemasukannya, Yanu mampu membangun tempat tinggal yang nyaman. Ia juga bisa membantu keluarga besarnya.

“Manfaat saya kerja di sini (re: TSE) juga bisa bantu keluarga. Banyak orang merasakan berkah,” tuturnya.

“Boleh dikatakan, hidup ini memang setengah mati. Untuk makan saja, terkadang hanya dua kali sehari,” ucap lelaki kelahiran 56 tahun silam itu.

Kehidupan Yanu perlahan berubah pada 2007. Saat itu, di penghujung usia kepala tiganya, Yanu mendapat kesempatan untuk bekerja di PT Tunas Sawa Erma (TSE) yang bergerak di perkebunan kelapa sawit di Boven Digoel, Papua.

Perjalanan Yanu untuk lolos rekrutmen TSE membutuhkan waktu. Setelah menyiapkan sejumlah berkas sebagai syarat administrasi, ia harus melewati proses wawancara dengan tim manajemen perusahaan.

Berbekalkan kegigihan yang dimiliki, Yanu pun lolos seleksi untuk masuk ke bagian personalia. Sesuai dengan ketentuan perusahaan, ia harus tinggal di mess karyawan yang sudah dibangun perusahaan di area kerja, tepatnya di daerah Asiki, Boven Digoel, Papua.

Sejak bekerja di TSE, kehidupan ekonomi laki-laki yang kini memiliki empat orang anak itu membaik. Kebutuhan perutnya mampu terpenuhi dengan lebih baik, pun dengan pendidikan sang buah hati. Terlebih lagi, anak pertamanya kini sudah dapat menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Merauke.

Tidak hanya itu, dengan pemasukannya, Yanu mampu membangun tempat tinggal yang nyaman. Ia juga bisa membantu keluarga besarnya.

“Manfaat saya kerja di sini (re: TSE) juga bisa bantu keluarga. Banyak orang merasakan berkah,” tuturnya.

Salah satu momentum yang paling ditunggunya adalah Hari Raya Natal. Saat itu, Yanu bisa sejenak melepaskan kerindungannya dengan keluarga untuk beribadah.

Sesekali, Yanu juga menyempatkan waktu untuk pulang sebentar. Asalkan untuk tujuan keluarga, perusahaan akan memberikan izin pada Yanu untuk kembali ke Merauke satu atau dua hari.

Sudah 14 tahun mengabdi ke TSE, Yanu memiliki banyak harapan pada perusahaan. Paling utamanya, harapan agar TSE dapat terus maju dan berkembang sehingga bisa menyerap banyak tenaga kerja Orang Asli Papua (OAP).

“Sehingga mereka bisa bekerja di sini dan perekonomiannya terbantu,” katanya.

Yanu merupakan satu dari sekian banyak OAP yang bekerja pada perusahaan Tunas Sawa Erma Group (TSE Group) di Papua. Menurut data manajemen, sejak tiga tahun terakhir, sudah lebih dari 2.400 tenaga kerja OAP yang terserap. Mereka tersebar di beberapa perusahaan naungan TSE Group, seperti PT TSE, PT Berkat Cipta Abadi dan PT Dongin Prabhawa.

Direktur Human Resource dan General Affair (HR-GA) TSE Group Ronny Makal menyebutkan, putra-putri asli Papua sudah menduduki berbagai posisi di perusahaan. Mulai dari kepala seksi, asisten manajer hingga manajer di lapangan maupun perkantoran.

TSE Group berkomitmen untuk terus menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat Papua, terutama para generasi muda. Tidak hanya mendorong kesejahteraan warga sekitar, juga untuk menekan jumlah pengangguran sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Papua.

“Kami berharap dapat memberikan banyak manfaat kepada masyarakat,” ucap Ronny.

Kemiskinan diketahui masih menjadi masalah besar di Papua. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, persentase penduduk miskin Papua lebih tinggi dari rata-rata nasional.

Pada September 2020, tingkat kemiskinannya mencapai 26,80 persen, sedangkan nasional berada di posisi 10,19 persen. Angka kemiskinan di Papua bahkan menjadi yang tertinggi di Indonesia dibandingkan daerah lain.

 

Sumber : tribunnews.com

Published On: March 26, 2021
You may also be interested in

Share This Story, Choose Your Platform!

Recent News
  • Published On: December 28, 2023
  • Published On: December 20, 2023
  • Published On: December 16, 2023
Go to Top